Kadin Kunjungi Pabrik Tahu yang Gunakan Pelet Kayu sebagai Sumber Energi

Pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia sebenarnya tetap belum maksimal. Padahal, Indonesia punyai banyak sekali sumber energi alternatif yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan.

Salah satu di antaranya adalah pelet kayu (wood pellet). Sumber energi berbahan limbah kayu itu sanggup menjadi alternatif yang menolong pelaku indusrti berasal dari bermacam sisi, mulai berasal dari harga yang kompetetif sampai kalori yang dihasilkan tak kalah berasal dari sumber energi lainnya.

Pelaku industri yang sudah menggunakan pelet kayu sebagai sumber energi adalah San San Group. Perusahaan industri tahu di Kampung Susukan Girang, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang itu sudah dua bulan ini menggunakan pelet kayu. Bahkan, pabrik tahu tersebut menjadi benchmark pemanfaatan energi baru terbarukan ramah lingkungan wood pellet manufacturers .

Pada Senin (20/1/2020), rombongan berasal dari PT Energi Management Indonesia (EMI) dan Kadin Bidang Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaat Limbah datang ke parbik tahu milik Dani Kusdani tersebut. Tampak ada Komisaris Utama PT EMI, Sarwono Kusumaatmaja, Direktur Operasional dan Pengembangan Usaha PT EMI Antonius Aris Sudjatmiko, Ketua Komisi Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaatan Limbah Kadin Energi Baru Dony Yusgiantoro, dan Wakil Ketua Komisi Tetap Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaatan Limbah Kadin Energi Baru Terbarukan, Miranti Serad.

Menurut Dani, banyak manfaat yang didapatnya sesudah menggunakan kayu pelet. Selain lebih hemat, tahu yang dihasilkan termasuk menjadi lebih bersih. Lingkungan tempat tinggalnya termasuk tidak tercemar asap hasil pembakaran lantaran pembakaran kayu pelet tidak membuahkan asap.

Diterangkan, sebelulm menggunakan pelet kayu, Dani merogoh kocek kira-kira Rp 700.000 untuk belanja kayu bakar sebanyak dua mobil pick up. Sementara, waktu ini ia hanya perlu mengeluarkan Rp 600.000 untuk 240 kilogram pelet kayu.

“Itu untuk memproses 1 ton tahu. Harga 1 kilogram kayu pelet Rp 2.500,” kata dia. Dikatakan, didalam sehari pabriknya memproses 60.000 sampai 70.000 potong tahu untuk memenuhi pembeli di Subang dan Indramayu.

Dani menambahkan, tak hanya kayu, ia termasuk pernah menggunakan gas LPG. Namun, LPG kurang menolong berkenaan kapasitas produksi. Bahkan, ia termasuk pernah ditawari untuk menggunakan limbah plastik sebagai bahan bakar. Namun, Dani menolak tawaran itu gara-gara membaca pemberitaan tentang pengaruh buruk pemanfaatan limbah plastik di pabrik tahu di Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur.

“Kemudian, saya berjumpa Bu Sari yang memproses pelet kayu. Setelah dikerjakan uji coba, ternyata cocok dan lanjut sampai sekarang,” ucap Dani.

Keuntungan lain yang didapatnya sesudah menggunakan pelet kayu adalah berasal dari sisi beban kerja karyawannya. Jika pernah karyawan perlu mengangkat kayu, kini mereka tinggal menuangkan pelet kayu itu.

Direktur Operasional dan Pengembangan Usaha PT EMI, Antonius Aris Sudjatmiko menambahkan, kegiatan yang dilakukannya hari ini merupakan usaha untuk sedia kan energi bersih bagi masyarakat. Menurutnya, EMI adalah BUMN EBTKE yang merupakan mitra pemerintah untuk penyediaan dan pemanfaatan energi baru terbarukan, salah satunya pelet kayu.

“Bahan baku pelet kayu sanggup didapatkan berasal dari lingkungan setempat. Energi ini termasuk ramah lingkungan sekaligus sanggup kurangi limbah yang tetap berfungsi berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah,” tahu pria yang akrab disapa Aris itu.

Ditambahkan Aris, pihaknya sedang mengusahakan menyinergikan para pemangku kepentingan berkenaan program pemanfaatan biomassa untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Khususnya, di sektor tempat tinggal tangga, UMKM dan industri kecil.

Hasil Kajian EMI

Sementara itu, Komisaris Utama PT EMI, Sarwono Kusumaatmaja menjelaskan, berdasarkan kajian yang dikerjakan pihaknya, energi alternatif berbasis biota adalah alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di Indonesia. Menurutnya, letak geografis Indonesia menjadikannya sebagai wilayah yang kaya biota sebagai bahan baku biomassa.

Di wilayah perdesaan, khususnya yang susah dijangkau oleh BBM dan gas, pelet kayu sanggup menjadi energi alternatif, gara-gara bahan bakunya gampang didapatkan. Terlebih, cadangan minyak bumi dan gas Indonesia makin menipis. Oleh gara-gara itu, sumber energi pengganti fosil perlu sudah dipersiapkan sejak waktu ini.

Dibandingkan bersama bahan bakar fosil, salah satu keistimewaan biomassa adalah sumbernya tidak bakal habis. Meski demikian ia mengakui kalau waktu ini biomassa tetap belum banyak yang mengenal dan berasal dari sisi usaha termasuk belum banyak dilirik. “Namun ke depan, ini sanggup menjadi usaha skala besa,” ujar dia.

Bisnis pelet kayu, tahu Sarwono, termasuk terlampau baik bagi masyarakat dan lingkungan. Karena bahan bakunya yang gampang didapat sehingga sekaligus termasuk sanggup menjadi fasilitas pemberdayaan masyarakat di perdesaan. Proses engineering-nya termasuk relatif simpel sehingga bersama gampang sanggup melatih masyarakat sanggup terlibat di industri itu.

“Bahan bakunya tersedia di mana-mana. Kami bakal mengusahakan untuk memasyarakatkan pelet kayu ini,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *